banyak orang bilang
dan mengumpamakan, kenapa kamu tidak bisa tertawa terbahak-bahak untuk lelucon
yang sama tetapi kamu selalu menangisi hal yang sama berulang-ulang? Gak tau. Kenapa
kamu bosan melakukan hal yang awalnya bisa membuat kamu senang tapi selalu
melakukan hal yang membuat kamu sedih? Gak tau. Kenapa kamu bisa bosan
menikmati kebahagiaan yang sama tetapi kamu tidak bisa bosan menghadapi
kesedihan yang sama? Gak tau. Kenapa kamu bisa mengingat kejadian menyedihkan
disaat kamu sedang berbahagia sedankan disaat kamu sedang bersedih, sedikitpun
kamu tidak bisa mengingat kejadian yang membuatmu bahagia? Gak tau.
Ketika kamu menangis,
apa yang selalu kamu pikirkan? Sedihnya? Sakitnya? Dua-duanya. Seandainya kamu
bisa berhenti menangis layaknya kamu berhenti tertawa karena yang lucu itu
sudah tidak lucu. Bisakah yang sedih itu jadi tidak sedih lagi seperti yang
lucu jadi tidak lucu lagi? Kebahagiaan terlalu cepat direnggut oleh kesedihan. Banyak
orang bilang jangan terlalu bahagia dulu, nanti kalo gagal sedihnya
banget-banget loh. Banyak orang juga bilang, aduh kamu ketawanya jangan
kenceng-kenceng nanti pulang ke rumah malah nangis-nangis lagi. Aneh. Tapi memang
begitu kenyataannya.
Orang bisa tertawa
kenceng-kenceng seperti menangis, bahkan juga bisa keluar air mata. Orang bisa
nangis kenceng-kenceng seperti ketawa, dan saking sedihnya, keluar air matapun
ngga. Aneh. Tapi memang begitu kenyataannya.
Sesabar-sabarnya
orang, kita tau kesabaran mereka sudah diujung batas ketika mereka mulai marah
atau bahkan menangis. Seringkali aku bertanya pada Tuhan Yesus. Mengapa engkau
memberi banyak air mata? Karena air mata itulah, setiap kali aku merasakan
sedih dan pedih yang mungkin tidak bisa kubagi, aku selalu menangis. Mencoba berharap
bahwa beban di dalam hati dan pikiranku juga bisa ikut terbuang melalu air
mata. Tapi nyatanya, semakin banyak air mata terbuang, semakin ku sadar bahwa
aku menangisi beban di dalam hati dan pikiran yang tentu saja sama sekali tidak
ikut terbuang disaat ku menangis. Aku menangis dan itu tidak mengubah apapun
juga. Aku bertanya lagi, kalau begitu apa guna Engkau memberi banyak air mata?
Terkadang aku
bersyukur, aku masih bisa merasakan sedih, aku masih bisa menangis, aku masih
punya perasaan *seenggaknya*. Tapi terkadang aku menghujat diriku sendiri,
mengapa hal kecilpun juga aku tangisi? Apa tidak ada hal lain yang lebih baik
untuk ditangisi? Atau mengapa aku harus menangisi semuanya? Mengapa setiap ku
mencoba untuk menahan air mataku untuk jatuh, mereka mala semakin menerobos
seolah-oleh memberontak dan semangat ingin membanjiri pipiku. Dan terjadilah
sudah kejadian itu dan ini berulang-ulang.
Pada
hari itu, aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku ingin berubah. Aku ingin
berubah terutama untuk kebaikan diriku sendiri, dan untuk kebaikan orang di
sekitarku. Aku tidak ingin menjadi wanita lemah di hadapan semua orang. Ya,
memang banyak orang bilang ia sudah mencapai ambang batas kekuatannya, maka
wanita itu menangis. Bagiku, mungkin seperti itu. Bagi mereka? Mereka menganggap
aku hanya bisa menangisi semua yang belakangan ini terjadi akibat kehendak Dia.
Ya, semua terjadi akibat kehendakNya. Mereka bilang, kalau sudah terjadi
seperti ini, kamu bisa apa?
Seringkali
aku malu karena 3 bulan yang lalu, hampir setiap hari aku menangis. Mereka yang
menyimpan keluh kesahku tentu saja mulai lelah menghadapi diriku menangisi
sesuatu yang sudah berulang-ulang mereka peringatkan. Tetapi mereka bilang, aku
sedang jatuh cinta. Aku sedang buta, karena aku terlalu cinta. Sampai akhirnya
aku menyimpan keluh kesahku sendiri karena aku malu untuk membagikan semuanya
itu kepada mereka untuk kesekian kalinya.
Mereka
terlalu baik untuk membantuku memperbaiki hubungan yang sedikitpun mereka tidak
sentuh, yang sedikitpun mereka tidak rusak. Tapi dengan tegasnya, aku bilang
terimakasih. Aku Cuma butuh tempat untuk menampung keluh kesahku selain Tuhan. Aku
banyak berdoa dan meminta kepadaNya supaya doaku dijawab melalu perantara
mereka. Tapi mungkin Tuhan berkehendak lain.
Akhirnya
aku mulai bimbang dan gundah untuk kesekian
kalinya. Keyakinanku untuk mempertahankan hubunganku goyah seketika
karena pada saat itu aku merasa dia dan aku pun sudah tidak sejalan, tidak
sepemikiran. Aku mulai berpikir bahwa dia pantas bahagia bersama yang lain. Walaupun
terdengar gila, mungkin kalau kau berada diposisiku kamu akan menjadi seseorang
yang bodoh sepertiku.
Aku
berbicara ini dan itu, dan akhirnya aku coba memberanikan diri kalau hubungan
ini tidak berjalan. Aku dan kamu... we didnt work out. Tiba-tiba aku yang
mencoba untuk menahan tangis, melihat dia menangis untuk kesekian kalinya. Dia menangis..
ada orang bilang, jikalau lelaki bisa menangis untukmu, mungkin dia sangat
sayang padamu. Di saat itu pun, aku mulai luluh. Ya Tuhan, mungkin dia masi
manusia biasa yang bisa buat kesalahan seberapa banyakpun dia mau. Ya Tuhan,
mungkin inilah saatnya kau tunjukkan padaku bahwa sebenernya dia juga butuh
aku.
Kami
gagal berpisah untuk kesekian kalinya. Kami bersyukur, karena sudah beberapa
kali kami mencoba untuk memisahkan diri satu sama lain, tetapi entah karena
Tuhan yang menginjinkan kita terus bersama, kita terus bersama. Sampai sekarang.
Hubungan
kami semenjak itu tidak ada masalah yang berarti. Lancar. Bahkan kami makin
saling mencintai satu sama lain. Tapi tidak ada hubungan yang baik-baik saja
sampai akhirnya.... masalah itu kembali menerpa kami
Waktu
itu, 17 Juni 2013. Umurku hampir genap 17 tahun. Kamu tau apa artinya bagi
seseorang yang ingin berulang tahun yang ke-17? It means everything. Dia yang
sudah berjanji mau dateng ke rumah untuk menemaniku seharian, malah batal. Karena
suatu alasan yang bagiku sangat amat aneh. Alasan yang ingin kuceritakan di
sini , tapi tidak bisa. Ya. Kamu tau rasanya berharap dia yang membuatmu
bahagia di hari spesialmu itu malah menghancurkan seharian itu sekejap?
Waktu
tidak bisa kuputar kembali. Apa yang terjadi sudah terjadi. Meskipun ia rela
melakukan apa saja untukku, tidak ada hal yang bisa menggantikan hariku. Hariku
hancur. Harapanku pun hancur. Mengharapkan yang spesial di hari ulang tahunku
saja susah, bagaimana hari-hari biasa?
Seiring
perjalanan waktu. Aku mulai lupa dan mulai tidak peduli dengan kejadian hari
itu. Buat apa kuingat? Hanya menambah kesedihan. Hari itupun tidak bisa balik
sesuai keinginanku meskipun berkali-kali aku menyesalinya. Tetapi ketika aku
mulai mencoba mencari kebahagiaanku bersamanya, masih ada saja
halangan-halangan yang lain.
Waktu
itu hari Sabtu, 6-7-2013. Yaah anak gaul bilang, malamminggu. Ya, itu malam
minggu kita. Akhir-akhir ini malam hari kami mulai lagi aktif bermain game
online lagi. Mungkin semacam kecanduan lagi setelah sudah lama pensiun. Ketika kami
sedang asyik bermain, tiba-tiba billing di warnet tersebut bermasalah sehingga
membuat kita menunggu untuk billing tersebut kembali normal. Tidak ada kerjaan,
tidak ada sambilan, kami bercanda-canda, ngobrol, main hp. Mungkin seperti
biasa, aku memang selalu sial. Aku selalu melihat sesuatu yang sebenernya belum
waktunya untuk kulihat. Disitu aku lihat, kalau dia diundang acara
teman-temannya. Mungkin seperti tahun kemarin, mereka mau perpisahan. Sebelum melihat
ini, aku tidak tau kalau dia punya acara seperti ini.
Entah
ada apa di pikiranku, aku langsung marah ngambek dll. Susah untukku mengontrol
emosi. Pertanyaan itu selalu berputar-putar di otakku. Mengapa ia tidak
memberitahuku tentang ini sebelumnya? Meskipun ia sudah mencoba untuk
menjelaskan dan meminta maaf tetapi “ingin memberi tahu tapi tidak ada waktu tepat” itu tidak cukup untuk
menenangkan amarahku yang sedang memuncak. Sebenarnya aku tidak
mempermasalahkan dia tidak memberi tahu, aku hanya mempermasalahkan hari H dan
perasaanku.
Sudah
hampir setahun ia rutin menjalani kesehariannya yaitu futsal. Dan sewaktu
libura ia menyempatkan diri untuk datang ke rumahku 2x seminggu. Sabtu dan hari
lainnya. Aku memilih hari kamis, karena hari rabu ia rutin melakukan futsal. Ya,
sebelum masalah ini, aku tidak memberi tahu alasan mengapa aku memilih hari
kamis sedangkan biasanya hari selasa (sewaktu KBM sekolah berlangsung). Tetapi setelah
kejadian ini aku memberi tahu semuanya. Aku menumpahkan semuanya yang dari dulu
ku tahan.
Aku
pikir tidak pantas kalau di dalam suatu hubungan untuk masalah ini aku masih
belum terbuka. Aku ingin terbuka sedikit. Menceritakan semuanya. Dan ternyata
dia juga berpendapat yang sama. Ia ingin berubah untukku karena ku bilang, aku
tidak bisa berubah, mungkin tabiatku sudah begini dari dulu. Dan mungkin juga
karena aku tidak enak hati, aku tidak ia ingin berubah untukku (soal ini)
karena akupun tidak bs berusaha berubah untuknya. Aku tidak ingin hubungan ini
berat sebelah. Akhirnya aku bilang, anggap saja kalau aku belum terbiasa
menghadapi ini. ya, mungkin saja sewaktu aku bilang seperti ini dia tidak
sadar. Sudah 1 tahun dan apa itu normal kalau aku belum terbiasa menghadapi
kegiatan rutin dia?
Aku
mulai percaya dan mulai yakin kalau ia mengerti akan diriku yang agak moody ini
kalau ditinggal sebentar. Aku mulai percaya kalau dia tahu yang terbaik dan dia
tahu apa yang ku mau semenjak aku menumpahkan semuanya itu. Tapi ternyata,
tidak selang beberapa hari...... hari ini ia mematahkan kepercayaanku begitu
saja.
Hari
ini Senin, 8-7-2013, dia bilang ada sparing. Gak ikut main, Cuma ngurusin. Yaudah, ku bilang
urusi saja dulu sparingnya. Sampe setengah 1 hari ini, dia akhirnya chat ingin
OTW. Entah OTW kemana. Aku harap dia dalam perjalanan pulang dan aku bisa
menumpahkan keluh kesahku hari ini apa saja. Aku ingin menghabiskan waktu ini
berdua karena tadi pagi, waktu kami tersita untuk urusan sparing itu. Tapi ternyata,
harapan itu Cuma palsu belaka. Ia ingin melakukan kegiatan yang lain lagi
bersama teman-temannya. Aku sudah lelah untuk mengerti. Aku lelah menunggu. Dari
pagi sampai malam.
Bagi mereka, mungkin ini berlebihan. Baginya, mungkin ini
hanya sehari saja. Baginya, dia mungkin merasa bahwa selama ini dia selalu
bersamaku dan menemaniku setiap waktu. Tuhan, seandainya itu benar. SEANDAINYA
BENAR BAHWA KAMU SELALU BERSAMAKU SETIAP WAKTU.
Terlalu banyak
kesedihan yang dirasa. Dan aku pun tidak bosan dengan kesedihan itu. Seandainya
aku cepat punya rasa bosan terhadap kesedihan itu, mungkin banyak orang yang
sudah meninggalkanku sejak dulu.